Kamis, 12 November 2015

POLA BERPIKIR PEMUDA MODERN

                        
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai urgensi yang sangat besar terhadap perkembangan pemuda, tindakan dan karakter yang timbul dalam dirinya senantiasa terpengaruhi oleh keadaan lingkungannya, sebab lingkunganlah merupakan  salah satu faktor yang  berperan sangat penting akan perkembangan jiwa para pemuda, hasrat pemuda untuk menciptakan ide dan kreativitasnya tergantung kondisi lingkunganlah yang dapat merubah hal itu, jika lingkungannya baik maka pemudanya pun akan baik, jika lingkungannya buruk maka hancurlah masa depan pemuda dengan sendirinya.
Keresahan yang dialami oleh pemuda zaman sekarang ini akan menimbulkan efek negatif yang akan meracuni kehidupannya. Ketidakserasian pemuda dengan apa yang di inginkan oleh masyarakat sering terjadi perpecahan dan konflik yang akan menggemparkan ke masyarakat luas, dengan kata lain pemikiran pemuda yang menginginkan kemajuan dalam hal apapun semestinya dipelihara dengan baik melalui pendidikan yang tarbawi dan islami guna menjadi wadah untuk penyaluran keinginan dan cita-citanya ke jalur yang benar. Saat ini mayoritas pemuda selalu melakukan pekerjaan yang ada dihadapannya tanpa memikirkan resiko yang ia terima, padahal dibalik perbuatannya akan menimbulkan hasil yang kurang baik yang semestinya tidak dirasakan oleh banyak orang, namun sebaliknya minoritas sekali pemuda yang selalu melakukan suatu perbuatan yang tulus dalam dirinya serta niat yang kokoh untuk mencapai sebuah perdamaian dan perkembangan untuk kepentingan umat.
Dalam keadaan apapun, kesetiaan dan kepekaan pemuda akan menjadi senjata untuk melindungi masyarakat dari marabahaya yang menimpanya, karena pemuda mempunya jiwa yang tangguh serta pemikirannya yang dapat merubah situasi menjadi baik. Sangat disayangkan apabila pemuda kurang bersemangat untuk mengeluarkan kreativitas dan keahliannya dalam bidang apapun, itu karena minimnya pengawasan dari berbagai pihak yang bertanggung jawab.
Disatu pihak remaja berusaha berlomba-lomba dan bersaing dalam menimba ilmu, tetapi dilain pihak remaja berusaha menghancurkan nilai-nilai moralnya sebagai manusia. Hal ini sangat memprihatinkan bagi kita semua. Memang tingkah laku mereka hanyalah merupakan masalah kenakalan remaja, tetapu lama-kelamaan menuju suatu tindakan kriminalitas yang sangat meresahkan.

Pada umunya kenakalan remaja ini dilakukan oleh anak yang berumur antara 15-18 tahun. Masa remaja merupakan masa dimana sedang beralihnya masa anak-anak menuju masa kedewasaan. Pada masa ini jiwa mereka masih labil dan mereka tidak memiliki pegangan yang pasti. Mereka berbuat sesuai dengan pikiran dan nalar, perbuatan itu mereka lakukan dalam mencari jati diri mereka sebenarnya.
Menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks, dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek.
Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure, dan identity achieved[1]. Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja.
Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian (Fagan, 2006). Sebagian remaja mampu mengatasi transisi ini dengan baik, namun beberapa remaja bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan sosial. Beberapa permasalahan remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan karakteristik yang ada pada diri remaja. Berikut ini dirangkum beberapa permasalahan utama yang dialami oleh remaja.
Kenakalan remaja itu harus diatasi, dicegah dan dikendalikan sedini mungkin agar tidak berkembang menjadi tindak kriminal yang lebih besar yang dapat merugikan dirinya sendiri, lingkungan masyarakat dan masa depan bangsa.
Masalah remaja sebagai usia bermasalah. Setiap periode hidup manusia punya masalahnya sendiri-sendiri, termasuk periode remaja. Remaja seringkali sulit mengatasi masalah mereka. Ada dua alasan hal itu terjadi, yaitu : pertama; ketika masih anak2, seluruh masalah mereka selalu diatasi oleh orang-orang dewasa. Hal inilah yang membuat remaja tidak mempunyai pengalaman dalam menghadapi masalah. Kedua; karena remaja merasa dirinya telah mandiri, maka mereka mempunyai gengsi dan menolak bantuan dari orang dewasa.
Rujukan yang akan menjadi keberhasilan muda adalah bercermin dari karakteristik orang-orang terdahulu yang selalu membuahkan kesuksesan dalam menjalani kehidupannya, dengan adanya target serta prinsip yang ditanam dalam hati maka akan menimbulkan sebuah ambisi yang besar untuk mewujudkan keberhasilannya, lantas apa yang menyebabkan para pemuda gagal mewujudkan harapannya ?. Ada 2 hal untuk menjawab pertanyaan tersebut :
1)    Tidak yakin akan potensi dirinya.
Sebuah potensi yang dimiliki seseorang layaknya dibina dengan cara yang intensif agar dapat membantunya dalam mewujudkan impian dan harapannya.
2)    Kurangnya usaha dan berdoa
Hal ini merupakan sangat penting bagi siapapun yang menginginkan kesuksesan bagi dirinya sendiri maupun khalayak karena usaha dan doa adalah ciri dari seseorang yang benar berniat untuk menggapai sebuah kesuksesan yang telah dirancang dari jauh-jauh hari

Seorang pemuda memiliki jiwa pemimpin yang sangat mendalam yang dilahirkan untuk merubah keadaan menjadi lebih baik. Pemimpin yang sebenarnya adalah pemimpin yang lahir dari masyarkatnya. Ia adalah orang prihatin atas situasi dan kondisi yang melanda masyarakatnya, lantas ia memberikan kepedulian dengan memberikan advokasi dan pembelaan. Ia adalah orang yang mencintai masyarakat dan berat hati mereka dalam kesulitan. Ia adalah orang yang dengan cintanya selalu berusaha mencari solusi atas problematik yang ia hdapi. Demikian itulah yang dirasakan oleh baginda Rasulullah SAW., sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT. dalam Al-quran :

لَقَدْ جَاءَ رَسُوْلٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيْزُ عَلَيْهِ مَا عَنِتْتُمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمُ
{ التوبة:١٢٨}
Artinya : Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan ( keimanan dan keselamatan ) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. ( At-Taubah: 128 )
Oleh karena itu, kepedulian terhadap problem umat atau masyarakat merupakan satu indikasi yang harus terpenuhi pada para pemimpin. Bila ia tidak peduli dengan problem umat, bagaimana ia akan memimpin kaum yang ia sendiri bukan bagian dari mereka ?. Tentang kepeduliaan ini Rasulullah SAW. bersabda, “ Barang siapa tidak peduli dengan urusa kaum muslimin maka ia bukan bagian dari mereka. (H
R. Thabrani).”
Macam apa, dan seberat apapun problem yang dihadapi oleh suatu masyarakat, akan menentukan sekaliber apakah pemimpin yang lahir untuk menyelesaikan problem itu. Oleh karena itulah, masing-masing nabi yang diutus Allah SWT. membawa mukjizat dan syariat tersendiri sesuai dengan tuntutan dan realitas zamannya. Untuk menghadapi Jalut dan bala tentaranya, Allah SWT. mengirim Thalut dan Daud a.s. Untuk menghadapi diktatorisme. Fir'aun yang kekuasaannya telah mengakar dan menggurita, Allah SWT. mengutus Musa dan Harun, untuk mereformasi sistem jahiliyah di seluruh dunia hingga hari kiamat, diutuslah sayyidul anbiya wal mursalin, Muhammad SAW. dan begitulah seterusnya. Unutk mereformasi kerusakan yang sistemik seperti yang tengah melanda Indonesia, perlu pemuda dan pemimpin yang kualified dengan kepemimpinannya.





[1](Santrock, 2003, Papalia, dkk, 2001, Monks, dkk, 2000, Muss, 1988)

Prinsip-Prinsip Kepemimpinan Islam


Sebagai agama yang sesuai dengan fitrah manusia, Islam memberikan prinsip-prinsip dasar dan tata nilai dalam mengelola organisasi atau pemerintahan. Al-qur'an dan As-sunnah dalam permasalahan ini telah mengisyaratkan beberapa prinsip pokok dan tata nilai yang berkaitan dengan kepemimpinan, kehidupan bermasyarakat, berorganisasi, bernegara (baca: berpolitik) termasuk di dalamnya ada system pemerintahan yang nota-benenya merupakan kontrak sosial. Prinsip-prinsip atau nilai-nilai tersebut antara lain: prinsip Tauhid, As-syura (bermusyawarah) Al-'adalah (berkeadilan) Hurriyah Ma'a Mas'uliyah (kebebasan disertai tanggungjawab) Kepastian Hukum, Jaminan Haq al Ibad (HAM) dan lain sebagainya.
1. Prinsip Tauhid
Prinsip tauhid merupakan salah satu prinsip dasar dalam kepemimpinan Islam (baca: pemerintahan Islam). Sebab perbedaan akidah yang fundamental dapat menjadi pemicu dan pemacu kekacauan suatu umat. oleh sebab itu, Islam mengajak kearah satu kesatuan akidah diatas dasar yang dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat, yaitu tauhid. Dalam alqur'an sendiri dapat ditemukan dalam surat An-nisa' 48, Ali imron 64 dan surat al Ikhlas.
2. Prinsip Musyawarah (Syuro)
Musyawarah berarti mempunyai makna mengeluarkan atau mengajukan pendapat. Dalam menetapkan keputusan yang berkaitan dengan kehidupan berorganisasi dan bermasyarakat, paling tidak mempunyai tiga cara: 1. keputusan yang ditetapkan oleh penguasa. 2. kepeutusan yang ditetapkan pandangan minoritas. 3. keputusan yang ditetapkan oleh pandangan mayoritas, ini menjadi ciri umum dari demokrasi, meski perlu diketahui bahwa "demokrasi tidak identik dengan syuro" walaupun syuro dalam Islam membenarkan keputusan pendapat mayoritas, hal itu tidak bersifat mutlak. Sebab keputusan pendapat mayoritas tidak boleh menindas keputusan minoritas, melainkan tetap harus memberikan ruang gerak bagi mereka yang minoritas. Lebih dari itu, dalam Islam suara mayoritas tidak boleh berseberangan dengan prinsip-prinsip dasar syariat. Dalam Al-quran ada beberapa ayat yang berbicara tentang musyawarah. Pertama: musyawarah dalam konteks pengambilan keputusan yang berkaitan dengan rumah tangga dan anak-anak, seperti menyapih (berhenti menyusui) anak. Hal ini sebagaimana terdapat pada surat al-Baqarah ayat 233. "apabila suami-istri ingin menyapih anak mereka (sebelum dua tahun) atas dasar kerelaan dan musyawarah antar mereka, maka tidak ada dosa atas keduanya" Kedua: musyawarah dalam konteks membicarakan persoalan-persoalan tertentu dengan anggota masyarakat, termasuk didalamnya dalam hal berorganisasi. Hal ini sebagaimana terdapat pada surat Ali-imron ayat 158. "bermusyawarahlah kamu (Muhammad) dengan mereka dalam urusan tertentu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, bertawakkalah kepada Allah Swt. Sesungguhnya Allah Swt mencintai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya". meskipun terdapat beberapa Al-qur'an dan As-sunnah yang menerangkan tentang musyawarah. Hal ini bukan berarti al-Qur'an telah menggambarkan system pemerintahan secara tegas dan rinci, nampaknya hal ini memang disengaja oleh Allah untuk memberikan kebebasan sekaligus medan kreatifitas berfikir hambanya untuk berijtihad menemukan sistem pemerintahan yang sesuai dengan kondisi sosial-kultural. Sangat mungkin ini salah satu sikap demokratis tuhan terhadap hamba-hambanya.
3. Prinsip Keadilan (Al-'adalah)
Dalam memanage pemerintahan, keadilan menjadi suatau keniscayaan, sebab pemerintah dibentuk antara lain agar tercipta masyarakat yang adil dan makmur. Tidaklah berlebihan kiranya jika al- Mawardi dalam Al-ahkam Al-sulthoniyah-Nya memasukkan syarat yang pertama seorang pemimpin negara adalah punya sifat adil. Dalam al-Qur'an, kata al-'Adl dalam berbagai bentuknya terulang dua puluh delapan kali. Paling tidak ada empat makna keadilan yang dikemukakan oleh ulama. pertama: adil dalam arti sama. Artinya tidak menbeda-mbedakan satu sama lain. Persamaan yang dimaksud adalah persamaan hak. Ini dilakukan dalam memutuskan hukum. Sebagaimana dalam al qur'an surat an-Nisa' 58. "apabila kamu memutuskan suatu perkara diantara manusia maka hendaklah engkau memutuskan dengan adil". kedua: adil dalam arti seimbang. Disini keadilan identik dengan kesesuaian. Dalam hal ini kesesuaian dan keseimbangan tidak mengharuskan persamaan kadar yang besar dan kecilnya ditentukan oleh fungsi yang diharapkan darinya. Ini sesuai dengan al-Qur'an dalam surat al infithar 6-7 dan al Mulk 3. ketiga: adil dalam arti perhatian terhadap hak-hak individu dan memberikan hak-hak itu kepada pemiliknya. Keempat: keadilan yang dinisbatkan kepada Allah Swt. Adil disini berarti memelihara kewajaran atas berlanjutnya eksistensi. Dalam hal ini Allah memiliki hak atas semuanya yang ada sedangkan semua yang ada, tidak memiliki sesuatau disisinya. Jadi, system pemerintahan Islam yang ideal adalah system yang mencerminkan keadilan yang meliputi persamaan hak didepan umum, keseimbangan (keproposionalan) dalam memanage kekayaan alam misalnya, distribusi pembangunan, adanya balancing power antara pihak pemerintah dengan rakyatnya.

4. Prinsip Kebebasan (al-Hurriyah)

Kebebasan dalam pandangan al-Qur'an sangat dijunjung tinggi termasuk dalam menentukan pilihan agama sekaligus. Namun demikian, kebebasan yang dituntut oleh Islam adalah kebebasan yang bertanggungjawab. Kebebasan disini juga kebebasan yang dibatasi oleh kebebasan orang lain. Dalam konteks kehidupan politik, setiap individu dan bangsa mempunyai hak yang tak terpisahkan dari kebebasan dalam segala bentuk fisik, budaya, ekonomi dan politik serta berjuang dengan segala cara asal konstitusional untuk melawan atas semua bentuk pelanggaran

Artikel Populer

Kerajaan Islam Awal di Tanah Melayu

  Warga Daerah Lingga, Aceh Tengah Dakwah islam yang telah menyebar di Tanah Melayu sejak abad ke-7 masehi ( Abad awal ...