Kamis, 12 November 2015

Prinsip-Prinsip Kepemimpinan Islam


Sebagai agama yang sesuai dengan fitrah manusia, Islam memberikan prinsip-prinsip dasar dan tata nilai dalam mengelola organisasi atau pemerintahan. Al-qur'an dan As-sunnah dalam permasalahan ini telah mengisyaratkan beberapa prinsip pokok dan tata nilai yang berkaitan dengan kepemimpinan, kehidupan bermasyarakat, berorganisasi, bernegara (baca: berpolitik) termasuk di dalamnya ada system pemerintahan yang nota-benenya merupakan kontrak sosial. Prinsip-prinsip atau nilai-nilai tersebut antara lain: prinsip Tauhid, As-syura (bermusyawarah) Al-'adalah (berkeadilan) Hurriyah Ma'a Mas'uliyah (kebebasan disertai tanggungjawab) Kepastian Hukum, Jaminan Haq al Ibad (HAM) dan lain sebagainya.
1. Prinsip Tauhid
Prinsip tauhid merupakan salah satu prinsip dasar dalam kepemimpinan Islam (baca: pemerintahan Islam). Sebab perbedaan akidah yang fundamental dapat menjadi pemicu dan pemacu kekacauan suatu umat. oleh sebab itu, Islam mengajak kearah satu kesatuan akidah diatas dasar yang dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat, yaitu tauhid. Dalam alqur'an sendiri dapat ditemukan dalam surat An-nisa' 48, Ali imron 64 dan surat al Ikhlas.
2. Prinsip Musyawarah (Syuro)
Musyawarah berarti mempunyai makna mengeluarkan atau mengajukan pendapat. Dalam menetapkan keputusan yang berkaitan dengan kehidupan berorganisasi dan bermasyarakat, paling tidak mempunyai tiga cara: 1. keputusan yang ditetapkan oleh penguasa. 2. kepeutusan yang ditetapkan pandangan minoritas. 3. keputusan yang ditetapkan oleh pandangan mayoritas, ini menjadi ciri umum dari demokrasi, meski perlu diketahui bahwa "demokrasi tidak identik dengan syuro" walaupun syuro dalam Islam membenarkan keputusan pendapat mayoritas, hal itu tidak bersifat mutlak. Sebab keputusan pendapat mayoritas tidak boleh menindas keputusan minoritas, melainkan tetap harus memberikan ruang gerak bagi mereka yang minoritas. Lebih dari itu, dalam Islam suara mayoritas tidak boleh berseberangan dengan prinsip-prinsip dasar syariat. Dalam Al-quran ada beberapa ayat yang berbicara tentang musyawarah. Pertama: musyawarah dalam konteks pengambilan keputusan yang berkaitan dengan rumah tangga dan anak-anak, seperti menyapih (berhenti menyusui) anak. Hal ini sebagaimana terdapat pada surat al-Baqarah ayat 233. "apabila suami-istri ingin menyapih anak mereka (sebelum dua tahun) atas dasar kerelaan dan musyawarah antar mereka, maka tidak ada dosa atas keduanya" Kedua: musyawarah dalam konteks membicarakan persoalan-persoalan tertentu dengan anggota masyarakat, termasuk didalamnya dalam hal berorganisasi. Hal ini sebagaimana terdapat pada surat Ali-imron ayat 158. "bermusyawarahlah kamu (Muhammad) dengan mereka dalam urusan tertentu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, bertawakkalah kepada Allah Swt. Sesungguhnya Allah Swt mencintai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya". meskipun terdapat beberapa Al-qur'an dan As-sunnah yang menerangkan tentang musyawarah. Hal ini bukan berarti al-Qur'an telah menggambarkan system pemerintahan secara tegas dan rinci, nampaknya hal ini memang disengaja oleh Allah untuk memberikan kebebasan sekaligus medan kreatifitas berfikir hambanya untuk berijtihad menemukan sistem pemerintahan yang sesuai dengan kondisi sosial-kultural. Sangat mungkin ini salah satu sikap demokratis tuhan terhadap hamba-hambanya.
3. Prinsip Keadilan (Al-'adalah)
Dalam memanage pemerintahan, keadilan menjadi suatau keniscayaan, sebab pemerintah dibentuk antara lain agar tercipta masyarakat yang adil dan makmur. Tidaklah berlebihan kiranya jika al- Mawardi dalam Al-ahkam Al-sulthoniyah-Nya memasukkan syarat yang pertama seorang pemimpin negara adalah punya sifat adil. Dalam al-Qur'an, kata al-'Adl dalam berbagai bentuknya terulang dua puluh delapan kali. Paling tidak ada empat makna keadilan yang dikemukakan oleh ulama. pertama: adil dalam arti sama. Artinya tidak menbeda-mbedakan satu sama lain. Persamaan yang dimaksud adalah persamaan hak. Ini dilakukan dalam memutuskan hukum. Sebagaimana dalam al qur'an surat an-Nisa' 58. "apabila kamu memutuskan suatu perkara diantara manusia maka hendaklah engkau memutuskan dengan adil". kedua: adil dalam arti seimbang. Disini keadilan identik dengan kesesuaian. Dalam hal ini kesesuaian dan keseimbangan tidak mengharuskan persamaan kadar yang besar dan kecilnya ditentukan oleh fungsi yang diharapkan darinya. Ini sesuai dengan al-Qur'an dalam surat al infithar 6-7 dan al Mulk 3. ketiga: adil dalam arti perhatian terhadap hak-hak individu dan memberikan hak-hak itu kepada pemiliknya. Keempat: keadilan yang dinisbatkan kepada Allah Swt. Adil disini berarti memelihara kewajaran atas berlanjutnya eksistensi. Dalam hal ini Allah memiliki hak atas semuanya yang ada sedangkan semua yang ada, tidak memiliki sesuatau disisinya. Jadi, system pemerintahan Islam yang ideal adalah system yang mencerminkan keadilan yang meliputi persamaan hak didepan umum, keseimbangan (keproposionalan) dalam memanage kekayaan alam misalnya, distribusi pembangunan, adanya balancing power antara pihak pemerintah dengan rakyatnya.

4. Prinsip Kebebasan (al-Hurriyah)

Kebebasan dalam pandangan al-Qur'an sangat dijunjung tinggi termasuk dalam menentukan pilihan agama sekaligus. Namun demikian, kebebasan yang dituntut oleh Islam adalah kebebasan yang bertanggungjawab. Kebebasan disini juga kebebasan yang dibatasi oleh kebebasan orang lain. Dalam konteks kehidupan politik, setiap individu dan bangsa mempunyai hak yang tak terpisahkan dari kebebasan dalam segala bentuk fisik, budaya, ekonomi dan politik serta berjuang dengan segala cara asal konstitusional untuk melawan atas semua bentuk pelanggaran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel Populer

Kerajaan Islam Awal di Tanah Melayu

  Warga Daerah Lingga, Aceh Tengah Dakwah islam yang telah menyebar di Tanah Melayu sejak abad ke-7 masehi ( Abad awal ...