Sebagai agama yang
sesuai dengan fitrah manusia, Islam memberikan prinsip-prinsip dasar dan tata
nilai dalam mengelola organisasi atau pemerintahan. Al-qur'an dan As-sunnah
dalam permasalahan ini telah mengisyaratkan beberapa prinsip pokok dan tata
nilai yang berkaitan dengan kepemimpinan, kehidupan bermasyarakat,
berorganisasi, bernegara (baca: berpolitik) termasuk di dalamnya ada system
pemerintahan yang nota-benenya merupakan kontrak sosial. Prinsip-prinsip atau
nilai-nilai tersebut antara lain: prinsip Tauhid, As-syura (bermusyawarah)
Al-'adalah (berkeadilan) Hurriyah Ma'a Mas'uliyah (kebebasan disertai
tanggungjawab) Kepastian Hukum, Jaminan Haq al Ibad (HAM) dan lain sebagainya.
1. Prinsip Tauhid
Prinsip tauhid
merupakan salah satu prinsip dasar dalam kepemimpinan Islam (baca: pemerintahan
Islam). Sebab perbedaan akidah yang fundamental dapat menjadi pemicu dan pemacu
kekacauan suatu umat. oleh sebab itu, Islam mengajak kearah satu kesatuan akidah
diatas dasar yang dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat, yaitu tauhid.
Dalam alqur'an sendiri dapat ditemukan dalam surat An-nisa' 48, Ali imron 64
dan surat al Ikhlas.
2. Prinsip Musyawarah (Syuro)
Musyawarah berarti
mempunyai makna mengeluarkan atau mengajukan pendapat. Dalam menetapkan
keputusan yang berkaitan dengan kehidupan berorganisasi dan bermasyarakat,
paling tidak mempunyai tiga cara: 1. keputusan yang ditetapkan oleh penguasa.
2. kepeutusan yang ditetapkan pandangan minoritas. 3. keputusan yang ditetapkan
oleh pandangan mayoritas, ini menjadi ciri umum dari demokrasi, meski perlu
diketahui bahwa "demokrasi tidak identik dengan syuro" walaupun syuro
dalam Islam membenarkan keputusan pendapat mayoritas, hal itu tidak bersifat
mutlak. Sebab keputusan pendapat mayoritas tidak boleh menindas keputusan
minoritas, melainkan tetap harus memberikan ruang gerak bagi mereka yang
minoritas. Lebih dari itu, dalam Islam suara mayoritas tidak boleh
berseberangan dengan prinsip-prinsip dasar syariat. Dalam Al-quran ada beberapa
ayat yang berbicara tentang musyawarah. Pertama: musyawarah dalam konteks
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan rumah tangga dan anak-anak, seperti
menyapih (berhenti menyusui) anak. Hal ini sebagaimana terdapat pada surat
al-Baqarah ayat 233. "apabila suami-istri ingin menyapih anak mereka
(sebelum dua tahun) atas dasar kerelaan dan musyawarah antar mereka, maka tidak
ada dosa atas keduanya" Kedua: musyawarah dalam konteks membicarakan
persoalan-persoalan tertentu dengan anggota masyarakat, termasuk didalamnya
dalam hal berorganisasi. Hal ini sebagaimana terdapat pada surat Ali-imron ayat
158. "bermusyawarahlah kamu (Muhammad) dengan mereka dalam urusan
tertentu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, bertawakkalah kepada
Allah Swt. Sesungguhnya Allah Swt mencintai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya". meskipun terdapat beberapa Al-qur'an dan As-sunnah yang
menerangkan tentang musyawarah. Hal ini bukan berarti al-Qur'an telah
menggambarkan system pemerintahan secara tegas dan rinci, nampaknya hal ini
memang disengaja oleh Allah untuk memberikan kebebasan sekaligus medan
kreatifitas berfikir hambanya untuk berijtihad menemukan sistem pemerintahan
yang sesuai dengan kondisi sosial-kultural. Sangat mungkin ini salah satu sikap
demokratis tuhan terhadap hamba-hambanya.
3. Prinsip Keadilan (Al-'adalah)
Dalam memanage pemerintahan,
keadilan menjadi suatau keniscayaan, sebab pemerintah dibentuk antara lain agar
tercipta masyarakat yang adil dan makmur. Tidaklah berlebihan kiranya jika al-
Mawardi dalam Al-ahkam Al-sulthoniyah-Nya memasukkan syarat yang pertama
seorang pemimpin negara adalah punya sifat adil. Dalam al-Qur'an, kata al-'Adl
dalam berbagai bentuknya terulang dua puluh delapan kali. Paling tidak ada
empat makna keadilan yang dikemukakan oleh ulama. pertama: adil dalam arti
sama. Artinya tidak menbeda-mbedakan satu sama lain. Persamaan yang dimaksud
adalah persamaan hak. Ini dilakukan dalam memutuskan hukum. Sebagaimana dalam
al qur'an surat an-Nisa' 58. "apabila kamu memutuskan suatu perkara
diantara manusia maka hendaklah engkau memutuskan dengan adil". kedua:
adil dalam arti seimbang. Disini keadilan identik dengan kesesuaian. Dalam hal
ini kesesuaian dan keseimbangan tidak mengharuskan persamaan kadar yang besar
dan kecilnya ditentukan oleh fungsi yang diharapkan darinya. Ini sesuai dengan
al-Qur'an dalam surat al infithar 6-7 dan al Mulk 3. ketiga: adil dalam arti
perhatian terhadap hak-hak individu dan memberikan hak-hak itu kepada pemiliknya.
Keempat: keadilan yang dinisbatkan kepada Allah Swt. Adil disini berarti
memelihara kewajaran atas berlanjutnya eksistensi. Dalam hal ini Allah memiliki
hak atas semuanya yang ada sedangkan semua yang ada, tidak memiliki sesuatau
disisinya. Jadi, system pemerintahan Islam yang ideal adalah system yang
mencerminkan keadilan yang meliputi persamaan hak didepan umum, keseimbangan
(keproposionalan) dalam memanage kekayaan alam misalnya, distribusi
pembangunan, adanya balancing power antara pihak pemerintah dengan rakyatnya.
4. Prinsip Kebebasan (al-Hurriyah)
Kebebasan dalam
pandangan al-Qur'an sangat dijunjung tinggi termasuk dalam menentukan pilihan
agama sekaligus. Namun demikian, kebebasan yang dituntut oleh Islam adalah
kebebasan yang bertanggungjawab. Kebebasan disini juga kebebasan yang dibatasi
oleh kebebasan orang lain. Dalam konteks kehidupan politik, setiap individu dan
bangsa mempunyai hak yang tak terpisahkan dari kebebasan dalam segala bentuk
fisik, budaya, ekonomi dan politik serta berjuang dengan segala cara asal
konstitusional untuk melawan atas semua bentuk pelanggaran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar