A. Pengertian Baldah Thayyibah dan kepemimpinan
Menurut Wan Mohd Nor,
yang kini memimpin Center for Advanced Studies on Islam, Science and Civilazation
(CASIS), Universiti Teknologi Malaysia, mencatat pentingnya kedudukan
kebahagiaan (sa’adah) suatu negara :
“ Dalam pandangan alam
kita,kesejahteraan dan kebahagiaan (sa’adah) adalah aspek penting dalam
kemajuan individu dan masyarakat, itulah kebaikan yang sebenarnya
dicita-citakan baik di dunia maupun diakhirat. Negara maju adalah negara yang
mensejahterakan dan membahagiakan rakyatnya yang mencapai maqasid al-syariah,
itulah negara (baldah thayyibah) yang diridhai Allah SWT.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa, suatu
negara dikatakan sejahtera dan bahagia
bukan ditinjau dari segi material dan luas wilayanya,suatu negara dikatakan
sejahtera jika pemimpinnya dapat melayani rakyatnya dengan sebaik-baiknya, baik
melayani dalam bidang kesehatan,pendidikan,perekonomian maupun kelayakan dalam
kelangsungan hidup, di negara Indonesia masih banyak rakyat-rakyat terpencil
yang diasingkan dan dikucilkan, mereka mencari uang untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya agar bisa hidup dengan tenang, siang malam mereka kepanasan dan
kedinginan hanya demi memenuhi kebutuhan hidupnya, apa ini disebut negara yang
sejahtera dan bahagia jikalau rakyatnya masih ada yang hidup terlantar? Jawabannya
kembali kedalam diri masing-masing para pemimpin.
Disisi lain negara sejahtera dan bahagia tidak akan
terwujud jikalau kepemimpinan itu tidak baik dan berlandaskan Al-qur’an dan
Hadist. Berikut ini akan penulis paparkan makna kepemimpinan.
Dalam bahasa arab kepemimpinan disebut juga sebagai khalifah,imarah
dan imamah. Secara etimologi kepemimpinan berarti daya pemimpin atau
kualitas seorang pemimpinan atau tindakan dalam memimpin itu sendiri. Sedangkan
secara terminologi, ada definisi mengenai kepemimpinan. Menurut David dan
Newstroom, kepemimpinan atau leadership adalah suatu kemampuan untuk membujuk
orang lain agar dapat mencapai tujuan-tujuan terentu yang telah ditetapkan,
dengan kata lain kepemimpinan merupakan upaya untuk mentrasnformasikan potensi-potensi
yang terpendam menjadi kenyataan[1].
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan,
bahwa kepemimpinan adalah suatu kemampuan seorang pemimpin dalam memimpin
anggotanya yang memiliki kekuasaan secara menyeluruh, dan baik tidaknya suatu
kepemimpinan tergantung pimpinannya,dan kekuasaan merupakan perantara atau
wasilah untuk menuju perencanaan yang telah direncanakan sebelumnya, dan
memberikan kecakapannya yang di milikinya tentang leadership.
Kemudian dalil dari Al-Hadist : “Ketahuilah bahwa setiap kamu adalah
pemimpin dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Setiap
kepala negara adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab atas kepemimpinannya
(rakyat). Seorang perempuan/ibu adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya dan
anak-anaknya; ia bertanggung atas kepemimpinannya. Seorang pelayan/hamba sahaya
adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia bertanggung jawab atas
kepemimpinannya. Ketahuilah bahwa setiap kamu adalah pemimpin dan masing-masing
mempertanggungjawabkan atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhori, Muslim, Ahmad, Abu
Dawud, Tirmidzi dari Ibnu Umar)
Kepemimpinan telah menjadi topik pembicaraan sejak 2000
tahun yang lalu, bahkan ketika Allah menciptakan Nabi Adam, Allah memakai
istilah khalifah itu sendiri sangat erat kaitannya dengan kepemimpinan. Ayat
ini juga menunjukan bahwa persoalan kepemimpinan telah wujud sejak penciptaan
manusia di muka bumi ini dalam rencana Allah:
“ Hai orang-orang beriman, taatilah
Allah dan RasulNya dan ulil amri (pemimpin) diantara kamu, kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (
al-quran) dan RasulNya (al-hadist), yang demikian tiu merupakan lebih utama
bagimu dan lebih baik akibatnya “
Kata
khalifah berarti pengganti atau pemegang otoritas tuhan di muka bumi, istilah
ini dipakai sebagai sebutan bagi pemimpin kaum muslimin setelah Rasulullah
wafat,seperti untuk para khulafa ar-Rasyidin, para khalifah ini diyakini
memiliki otoritas duniawi dan keagamaan, sedangkan dalam faham teokrasi, raja
atau kaisar dianggap sebagai perwujudan (titisan) tuhan, misalnya kaisar Jepang
dipercayai sebagai keturunan dewa
matahari, raja-raja Mesir sebagai titisan dewa Ra, dan sebagainya. Ini dimbil
dari keyakinan suatu agama masing- masing, yang dipercayai dapat menyelamatkan
kehidupan mereka secara keseluruhan, lebih dari itu mereka juga menyembah yang
tak dapat memberikan manfaat kepada mereka yang mereka anggap itu suci, ini
merupakan kekeliruan yang seharusnya kita luruskan mereka hanya
menghabis-habiskan waktu yang mestinya mereka gunakan untuk melakukan hal-hal
yang baik.[2]
Dalam hal kepemimpinan, sosok Nabi muhammad selalu
muncul dalam benak kita. Berbagai teori-teori kepemimpinan yang dikemukakan
oleh para guru leadership ditemukan pada pribadi dan kepemimpinan Nabi Muhammad
SAW. Salah satu teori yang di kemukakan oleh Kets de Vries yang menyimpulkan
dari penelitian klinisnya terhadap para pemimpin bahwa sebanyak prosentase
tertentu dari para pemimpin itu mengembangkan kepemimpinan mereka karena
dipengaruhi oleh trauma pada masa kecil mereka.
Nabi Muhammad SAW. mengalami masa-masa sulit di waktu
kecilnya. Di usia dini beliau sudah menjadi yatim piatu. Pada usia kanak-kanak
itu pula beliau harus menggembala ternak penduduk Mekkah. Di awal usia remaja,
beliau sudah mulai berdagang dengan mengikuti pamannya Abu Thalib ke daerah
sekitar jazirah arab.
Sebelum menempuh ke jenjang yang lebih luas lagi, seorang
pemimpin harus mampu menguasai dirinya dengan karakter-karakter yang
dimilikinya. Pembentukan self leadership ( mempimpin diri sendiri)
sangatlah di perlukan. Karena adanya jarak antara apa yang dipelajari tentang
leadership dan apayang benar diterapkan merupakan fenomena umum dalam model
kepemimpinan sekarang. Model-model ini hanya terfokus pada berbagai kompetensi
yang diperlukan untuk memimpin suatu
organisasi tetapi tidak tidak di
jelaskan bagaimana cara menumbuhsuburkan kompetensi-kompetensi tersebut.
Sebenarnya hal ini lebih merupakan keberanian (courage)
ketimbang krisi teori leadership. Karena yang kurang selama ini bukanlah
pengetahuan dan teori, akan tetapi keberanian untuk mewujudkan pengetahuan
tersebut kedalam bentuk nyata. Keberanian tidang datang hanya dengan berharap.
Ia hanya terjadi sebagai konsekuensi tingkat kesadaran seseorang. Untuk
mencapai hal itu seseorang harus dapat memahami dan mengalami tingkat kesadaran
yang mendalam dan tingkat identitas diri yang tinggi, sebagai prasyarat bagi pengembangan
kompetensi dalam memimpin orang lain.
B.
Ciri-ciri Baldah Thayyibah
Apakah
kita selalu mengira, bahwa negara yang sejahtera merupakan negara yang memiliki
bangunan yang tinggi nan megah, material yang melimpah? Apakah IPM selama ini dengan parameter
tingkat pendidikan, kesehatan dan lain-lain? padahal menurut informasi, ada
sebuah daerah yang tingkat pendidikannya rendah, pos pelayanan kesehatannya
tidak terjamin, serta pendapatan masyarakat hanya untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari saja, namun pada kenyataannnya, tingkat harapan hidupnya
bisa mencapai 90 tahun,
oleh karena itu melimpahnya hasil bahan tambang, luasnya wilayahnya serta
tingginya suatu bangunan, belum terjamin rakyatnya menjadi sejahtera. Dalam hal
ini mari kita renungkan firman Allah SWT.di dalam Al-quran surat Al-Quraisy
ayat 3-4 yang berbunyi:
فليعبدوا رب هذا اللبيت • الذى اطعمهم من جوع و امن هم من خوف
“ Maka hendaklah mereka menyembah tuhan pemilik
rumah ini(ka’bah), yang telah memberikan mereka makan ketika kelaparan dan
memberikan keamanaan disaat ketakutan”
Berdasarkan
ayat diatas dapat disimpulkan, bahwa ciri-ciri negara yang sejahtera adalah
sebagai berikut:
1.
Bebas
dari rasa lapar
Tidak ada di dunia ini
yang dapat menahan ketika rasa lapar menghinggapinya, banyak kriminalitas yang
terjadi hanya karena masalah perut, mungkin saja semua kejahatan dapat terjadi
karena semata-mata menginginkan sesuap nasi, meski ayat diatas hanya disebut
makanan, namun tingkat kesejahteraan rakyat adalah pemenuhan kebutuhan dasar
manusia seperti, makan, minum, distrbusi sumber energi(BBM), kesehatan,
pendidikan dan lain-lain. Dengan demikian negara
sejahtera merupakan negara yang dapat memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti,
pembangunan pos pelayanan kesehatan gratis, pembukaan lapangan kerja, tempat
pendidikan yang bebas biaya, serta akses dalam mendapatkan bahan bakar
terjangkau mudah dan murah, karena semua kebutuhan dasar tersebut merupakan hal
yang bersifat primer dan harus dimiliki oleh setiap orang tanpa pengecualian.
2.
Bebas
dari rasa takut
Takut dalam hal ini
memiliki banyak hal, diantaranya takut dari ancaman keamanan maupun lainnya,
takut dari ancaman keamanan merupakan hal yang penting, coba perhatikanlah
wisatawan takut datang ke Indonesia setelah terjadinya Bom Bali,orang-orang
takut datang ke China, Korsel, Kanada setelah adanya flu babi, oleh karena itu
stabilitas keamanan negara menjadikan hal yang menentukan kurs mata uang suatu
negara.
Dari uraian diatas dapat
disimpulkan, bahwa suatu negara belum pantas di kategorikan negara yang
sejahtera jika belum mampu memenuhi kebutuhan dasar manusia, negara yang
sejahtera merupakan negara yang dapat dan mampu nelayani rakyatnya dengan
sebaik-baiknya dan memenuhi semua kebutuhan dan keamanan yang selayaknya mereka
dapatkan, dengan hal itu rakyat dapat merasakan kesejahteraan dan ketentraman
hati. Bisa dibayangkan jika pemimpinnya hanya memikirkan problematika dan
persoalan politik saja tanpa memikirkan nasib rakyatnya yang menderita
kelaparan serta ketakutan dan musibah yang menimpanya serta berambisi untuk
menjadi pemimpin selanjutnya, maka tunggulah sebuah kehancuran dan kemusnahan
yang akan menimpa negara tersebut jika pemimpinnya memiliki karakter seperti
itu.
Tidak ada negara yang
sejahtera tanpa adanya seorang pemimpin yang spontan terjun langsung menghadapi
persoalan dan permasalahan yang sedang dihadapi oleh rakyatnya. Berdasarkan
ayati diatas bahwa ciri-ciri negara yang sejahtera menurut pandangan Al-qu’ran
adalah “ bebas dari kelaparan” dan “ bebas dari rasa takut”. Ketakutan tidak
hanya timbul dari berbagai sisi zahirnya saja melainkan dari segi batinnya.
Ketakutan bathiniyyah merupakan kewaspadaan terhadap sesuatu yang menimpanya
dan menjauhkannya dari sang pencipta. Yang demikian itu akan mewujudkan jiwa
yang penakut dalam hal ubudiyyah. Di sisi lain, kewaspadaan adalah aspek dari
segala bentuk perhatian yang akan menjadi rem dalam hidup kita untuk mengambil
suatu keputusan dan tindakan, aspek yang dapat mencegah kita dalam melakukan
hal-hal yang syubhat atau yang diragukan.
C. Karakteristik
Pemimpin
Seorang pemimpin harus dapat mengatur, mengelola, mengajak,
menggerakan serta membawa berita gembira kepada anggotanya dan semua orang, dan
seorang pemimpin merupakan inspirator, motivator, dan pembangkit untuk para
pengikutnya agar dapat tergerak hatinya dan perbuatannya untuk mencapai tujuan
dan harapan tertentu dan menggapai cita-cita yang baik dan mulia.
Dalam hal
kepemimpinan seharusnya bersifat profetik, yaitu model kepemimpinan yang di
garap melalui model kepemimpinan Rasulullah SAW.dan para Al- anbiya dalam
memimpin umatnya. Rasulullah dan para Al-anbiya sebagai pemimpin umat manusia
di muka bumi ini memliki sifat dan karakterter yang mulia dengan sifat dan
karakter tersebut akan cepat menular kepada para pengikutnya, dengan
berdasarkan perbekalan sifat dan karakter yang mulia, Rasulullah dan para
Al-anbiya sukses membawa umatnya sesuai pada zamannya masing-masing.
Berikut ini adalah
tujuh sifat dan karakter yang semestinya tumbuh dalam diri seorang pemimpin,
tujuh karakter tersebut ialah:
1.
Shiddiq, yang artinya
adalah benar. Kepemimpinan profetik selalu mengedepankan akhlak yang baik,
mereka satu perkataan dan perbuatan , dan selalu tegas dan berani dalam mengatakan hal yang benar dan mengatakan
salah jikalau itu adalah perbuatan yang salah, dan bukan berarti merasa diri
dan pihaknya benar.
2.
Amanah, yang berarti
dapat dipercaya. Kepemimpinan profetik selalu menghadirkan tanggung jawab dan
kepercayaan (trustworthy) kepada siapa yang telah menunjuknya sebagai
pemimpin, sifat pemimpin seperti ini selalu melaksanakan sesuai apa yang telah
ia rencanakan sebelumnya, agar dapat membawa dan menjadikan rakyatnya sejahtera
dan bahagia, ini merupakan tugas berat bagi seorang pemimpin dalam melaksanakan
kewajibannya, karakter amanah dapat menajamkan kepekaan seorang pemimpin
terhadap rakyatnya dan dapat memisahkan antara kepentingan pribadi dengan
kepentingan global/organisasi.
3.
Memiliki sifat Tabligh yang artinya menyampaikan.
Kepemimpinan profetik menggunakan komkunikasi yang efektif, memiliki visi dan
misi bagi rakyatnya yang jauh kedepan, seorang pemimpin juga harus memiliki
bahasa dan diplomasi yang mudah dipahami oleh rakyatnya agar selalu menjalankan
dan mengamalkan perintah yang telah diberikan kepada pemimpinnya, seorang
pemimpin seperti Nabi dan Rasul memiliki komunikasi yang efisien dan berbobot
serta visi misi yang dapat memajukan umatnya agar menjadi yang lebih baik.
4.
Memiliki sifat Fathonah yang berarti cerdas.
Kepemimpinan profetik selalu memiliki intelektual, emosional dan spiritual yang
tinggi, selalu berkomitmen terhadap keungggulan, selalu berpikir sebelum
melakukan tindakan dan selalu waspada terhadap resiko yang akan dihadapinya,
mengharapkan agar kepemimpinan selanjutnya dapat menjadi panutan dan teladan
bagi para penerus setelahnya, serta mengaplikasikan sesuatu yang terbaik untuk
rakyatnya, berikhtiar, dan berhati-hati dalam mengambil tindakan.
5.
Memiliki sifat istiqomah yang berarti teguh dalam
menjalankan pekerjaan. Kepemimpinan profetik selalu menginginkan perbaikan dan
pengembangan dan menjalankan pekerjaannya dengan sebaik-baiknya dan penuh
konsisten, suatu pekerjaan yang dikerjakan dengan konsisiten akan menjadi
kebiasaan dan mampu menghasilkan hasil yang memuaskan dan sesuai dengan
harapannya.
6.
Memiliki sifat mahabbah yang artinya penuh kasih
sayang.kepemimpinan profetik selalu menanamkan kasih sayang dan membuahkan
persahabatan dan perdamaian bukan perkelahian, selalu mengajaknya agar sayng
dan cinta kepada makhluk karena Allah SWT. jika sifat dan karakter seperti ini,
sudah membekas pada diri seorang pemimpin, niscaya rakyatnya akan patuh dan
selalu mengerjakan perintahnya.
7.
Memiliki sifat atu karakter shaleh/ma’ruf yang artinya baik,
bijak, dan arif. Kepemimpinan profetik adalah wjud dari ketaqwaannya kepada
Allah. Mereka selalu mendarmabaktikan diri kepada ilahi dan terlahir dari dalam
dirinya sifat-sifat terpuji yang senantiasa disegani oleh rakyatnya. Kepemimpinan
yang diambil alih oleh Rasul dan Nabi selalu berpedoman dari mukjizat dan wahyu
dari Allah, sehingga akan menimbulkan jiwa kharismatik dari kulitnya, aura
wajahnya, tutur katanya, sikapnya serta penampilannya. Seorang pemimpin yang
shaleh memiliki kualitas yang unggul, sehingga rakyatnya akan patuh terhadap
apa yang diperinta
Sebagai pemimpin umat islam,
sekaligus pemimpin manusia di muka bumi ini, Rasulullah tak pernah menyerah
dalam mengahadapi umatnya yang tidak mau mengikuti ajarannya, namun berkat sifat
dan karakternya yang terpuji, beliau dapat mengubah kondisi yang buruk menjadi
yang lebih baik, ini semata-mata karena petunjuk dan wahyu dari Allah SWT.
serta kegigihan dan keberanian dan keberanian beliau dalam memimpin ( leading
).
D. Kepemimpinan Rasulullah SAW
Bicara tentang
kepemimpinan Rasulullah, tidak bisa dilepaskan dengan dari kehadiran beliau,
yaitu sebagi pemimpin spritual dan pemimpin masyarakat, prinsip dasar
kepemimpinan beliau adalah keteladanan. Dalam kepemimpinannya, beliau selalu
megutamkan keteladanan yang baik atau uswah hasanah pemberian contoh
yang baik kepada umatnya, Rasulullah memang memiliki jiwa emosional yang agung
dan dapat ditiru oleh seluruh manusia.
Hal ini
sebagaimana digambarkan oleh Allah dalam Al-qur’an yang berbunyi:
و إنك لعلى خلق عظيم
“ Dan sesungguhnya engkau Muhammad berada dalam
akhlak yang agung “ (Al-Qalam: 4)
Sebagai pemimpin
keagamaan, Nabi Muhammad SAW. tidak berhenti pada sebatas menyampaikan wahyu
Allah SWT. beliaulah tidak hanya seorang yang mengatakan bahwa ini baik dan itu
buruk kemudian menjaga jarak dari
umatnya. Beliau bukanlah seseorang yang mengurung diri dari publik dan selalu
menyibukkan diri dari rutinitas ibadah. Beliau adalah seorang penyeru yang
dekat dengan umatnya. Beliau sering mengunjungi rumah shabat-shabatnya dan
rumah anak-anaknya. Dan beliau juga sering bermain dengan anak-anak mereka.
Beliau turun langsung melihat kehidupan pengikutnya dan orang-orang yang belum
beriman dengannya. Beliau tak segan-segan kepala anak yatim, menyeka air mata
fakir miskin, meyuapi peminta-minta, dan sebagainya. Beliau benar-benar seorang
pemimpin yang dekat dengan umatnya. Beliau tidak sekedar ceramah dari satu
masjid ke masjid yang lain, tetapi menyentuh langsung hati umatnya di tempat
mereka berada.
Dalam hal ini ada
sebuah kisah mengenai kedekatan Nabi Muhammad SAW. terhadap umatnya.
suatu
hari di sudut Makkah kota madinah ada seorang pengemis yahudi buta. Hari demi
hari apabila ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata, “ wahai saudaraku,
janganlah engkau mendekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia
itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya.”
Setiap
pagi Rasulullah SAW. mendatanginya dengan membawakan makanan dan tanpa berkata
apapun beliau menyuapi makanan yang telah di bawanya kepada pengemis itu
walupun pengemis itu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad.
Rasulullah SAW. melakukannya hingga beliau wafat.
Setelah
kewafatannya tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi dan
menyuapinya. Suatu hari Abu Bakar r.a berkunjung ke rumah putrinya, Aisyah r.a.
Beliau bertanya,” anakku adakah sunnah nabi yang belum aku kerjakan?” Aisyah
menjawab pertanyaan ayahnya ‘ wahai
ayahku, engkaulah ahli sunnah, hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah
lakukan kecuali satu sunnah saja.” “apakah itu?” Tanya Abu bakar r.a. “ Setiap
pagi Rasulullah SAW selalu berkunjung ke ujung pasar, dengan membawakan makanan
untuk seorang pengemis yahudi buta yang berada disana,” Kata Aisyah.
Keesokan
harinya, Abu Bakar r.a pergi ke pasar dengan membawakan makanan untuk
diberikannya kepada pengemis itu. Abu Bakar r.a mendatangi pengemis itu dan
memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abu Bakar r.a mulai menyuapinya, si
pengemis marah sambil berkata,” siapakah kamu?” Abu Bakar menjawab,’aku orang
yang biasa datang.’ “bukan! Engaku bukan orang yang biasa mendatangiku,” jawab
si pengemis buta itu.” Orang yang biasa menyuapiku terlebih dahulu
dihaluskannya makanan tersebut setelah itu ia berikan dengan lembut kepadaku.”
Abu
Bakar r.a tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada
pengemis itu,” Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu, aku adalah
seorang sahabatnya, orang yang mulia itu telah pergi. Ia adalah Muhammad SAW.
Setelah
pengemis itu mendengar cerita Abu Bakar r.a ia pun menangis sambil berkata,”
Benarkah demikian? Selama ini aku selalu memfitnahnya, menghinanya, ia tidak
pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawakan makanan setiap
pagi, ia begitu mulia.
Pengemis
Yahudi buta itu akhrnya bersyahadat di hadapan Abu Bakar r.a Kesabaran
Rasulullah SAW memang tidak terbatas dan tidak pandang bulu walupun kepada
seorang pengemis buta itu yang selalu memusuhi beliau[3].
Ada sebuah hadist qudsi mengenai Rasulullah SAW. Abu Naim dalam
kitabnya “Al-hidaya” telah meriwayatkan sebagai berikut:
“ Allah telah memberi wahyu kepada Musa, Nabi Bani Isarail. Bahwa
barang siapa bertemu Aku, padahal ia ingkar kepada Ahmad, niscaya Aku masukkan
dirinya ke dalam nerka. Musa berkata:” siapakah Ahmad itu, wahai tuhanku?”
Allah berfirman:” Tidak pernah Aku ciptakan satu ciptaan yang lebih mulia
menurut pandangan-Ku dari padanya. Telah kutuliskan namanya bersama nama-Ku di
‘Arasy sebelum Aku ciptakan tujuh lapis langit dan bumi. Ini sesungguhnya surga
itu terlarang bagi semua makhluk-Ku, sebelum ia dan umatnya yang ,memasukinya
terlebih dahulu.” Musa berkata:” Siapakah umatnya itu?” Firman-Nya:” Mereka banyak
memuji Allah. Mereka memuji Allah sambil naik dan turun dalam setiap keadaan.
Mereka mengikat pinggang ( menutup aurat) dan berwudhu membersihkan anggota
badan. Mereka berpuasa di siang hari, bersepi diri dan berdzikir sepanjang
malam. Aku terima semua amalan yang dikerjakan dengan ikhlas walu hanya
sedikit. Akan Kumasukan mereka ke dalam surga karena kesaksiannya tiada tuhan
yang sebanarnya di ibadahi kecuali Allah.” Musa berkata:” Jadikanlah saya nabi
umat itu.” Allah menerangkan:’” Engkau lahir mendahului nabi dan umat itu,
sedang dia lahir kemudian, Aku berjanji padamu untuk mengumpulkan engaku
bersamanya di Daarul-Jalal (surga).”
(HQR. Abu Naim)
Nabi Muhammad SAW. Mengajarkan kepada umatnya untuk berdzikir dan
patuh kepada Allah, karena dengan itu merupakan salah satu dari penyebab yang
memasukkan kita ke dalam surga.
Dari hadist
diatas, jelaslah bahwa Nabi Muhammad SAW. Ternyata di utamakan Allah SWT. dan umatnya lah yang didahului untuk
masuk surga. Nabi Muhammad SAW. mengajarkan umatnya agar bagaimana dapat meraih
kesuksesan dan kebahagiaan di dinia maupun di akhirat kelak, diantaranya
sebagai berikut ini :
1.
Memuji
tuhannya. Kapan saja dan dimana saja selalu memuji tuhannya dan bagaimanapun
keadaanya
2.
Menjaga
diri dengan memlihara kehormatan dan menutup aurat yang tidak pantas untuk di
perlihatkan menurut tuntunan dari syariat islam
3.
Mengajarkan
berwudhu. Yaitu menghilangkan hadast kecil yang diiringin dengan melakukan
shalat serta menjaga diri dari kotoran maknawi (abstrak)
4.
Mengajarkannya
berpuasa pada siang hari atau dari , sering mengosongkan perutnya dari makan
dan minum dan menahan hawa nafsu
5.
Memperbanyak
ibadah di malam hari. Selalu berdzikir memuji tuhannya di malam yang sepi
hening dan sunyi jauh dari riya dan semata-mata karena Allah SWT.
Dengan hal yang disebutkan diatas Rasulullah membawa umatnya meraih
kesenangan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat serta dapat memajukan
kejayaan umat islam di dunia.
Dalam kepemimpinannya, Rasulullah SAW. Juga menggunakan pendekatan
persuasif dan tidak melakukannya dengan kekerasan atau represif. Hal ini
anatara lain tampak dalam sikap nabi ketika Rasulullah menghadapi suku Badui
yang baru masuk islam dan belum mampu meninggalkan kebiasaan buruknya. Dalam
kepemimpinannya beliau juga mengginakan gaya inklusif indikasinya beliau selalu
menerima kritikan dan mau menrima saran dari para shabatnya, hal ini tampak
ketika beliau memimpin peperangan Badar, beliau pada waktu itu menempatkan
pasukannya dekat dengan mata air, ketika itu seorang shahabat Anshor bernama
Hubab ibn Mundhir bertanya kepada Rasulullah, “ ya Rasulullah, apakah keputusan
ini berdasarkan wahyu dari Allah sehingga tidak dapat berubah atau hanya
pendapat engkau? Rasulullah menjawab: ini adalah ijtihadku, kata Hubab: wahai
utusan Allah, ini kurang tepat, lebih baik engkau gerakkan pasukanmu untuk maju
kedepan untuk mendekati mata air yang lebih dekat, kemudian ambil tempat air
lalu kita isi, setelah itu kita tutup mata airnya dengan pasir agar musuh tidak
dapat mengambilnya, akhirnya beliau mengikuti saran shabat itu.
Diriwayatkan dari Miswar bin
Makhramah berkata, “Rasulullah SAW. keluar menemui para sahabatnya lalu
bersabda, Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mengutusku sebagai rahmat ubagi umat
manusia seluruhnya. Oleh karena itu, tunaikanlah atas namaku, semoga Allah
merahmati kalian..... berangkatlah dan kerjakanlah..... (HR. Thabrani)
Pengkauan akan
kebesaran beliau bukan hanya hanya diberikan oleh kaum muslimin, melainkan juga
oleh non muslim. Diantara pengakuan itu
diberikan secara objektif oleh Michael H. Hart dalam buku monumentalnya,
The 100, yang menetapkan Muhammad SAW. Sebagai tokoh berpengaruh
sepanjang sejarah manusia. Menurut Hart, Muhammad SAW. Merupakan satu-satunya
orang yang berhasil meraih keberhasilan luar biasa baik dalam hal agama maupun
hal duniawi. Dia memimpin bangsa yang awalnya terbelakang, dan terpecah belah
menjadi bangsa maju yang sanggup mengalahkan pasukan Persia dan Romawi di medan
pertempuran.
Mengenai keikhlasan beliau dalam
membawakan berita gembira dan menjadi rahmat bagi seluruh manusia, tak perlu di
cemaskan lagi. Dalam berdakwah dan membangun dapat dipahami dari penolakannya
terhadap segala bentuk penawaran kaum musyrikin yang menghendakinya untuk
berhenti dari dakwahnya itu. Dengan tegas Rasulullah SAW. Bersabda, “ Demi
Allah wahai paman, sekiranya mereka dapat meletakkan matahari di sebelah tangan
kananku, dan rembulan di tangan kiriku untuk meninggalkan hal ini, hingga Allah
memenangkannya atau aku binasa, tidak akan aku tinggalkan.”
E. Kepemimpinan Khulafa ar-Rasyidin
Sepeninggal
Rasulullah, kepemimpinan diambil alih oleh para penggantinya yang terkenal
disebut Khulafa ar_rasyidin. Masa ini dipetakan menjadi empat bagian yaitu :
masa khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar Ibn Khattab, Ustman Ibn Affan, Ali
Ibn Abi Thalib. Berikut ini penulis uraikan satu per satu tentang gaya
kepemimpinan para khalifah :
A.
Khalifah
Abu Bakar Ash Shiddiq
Ø Musyawarah
Khalifah Abu Bakar jika menemukan suatu perkara , beliau akan cari di
Al-qur’an, bila tidak memperolehnya beliau mempelajari bagaimana cara
Rasulullah mempelajari bagaimana cara Rasulullah mengahadapi perkara seperti
ini, bila tidak menemukannya beliau mengumpulkan tokoh-tokoh yang terbaik untuk
menyelesaikan perkara ini.
Ø Bersikap tegas
Khalifah Abu Bakar bersikap tegas kepada siapa saja yang murtad. Orang-orang yang tidak membayar zakat dan orang yang mengakui dirinya adalah seorang nabi.
Khalifah Abu Bakar bersikap tegas kepada siapa saja yang murtad. Orang-orang yang tidak membayar zakat dan orang yang mengakui dirinya adalah seorang nabi.
Ø Menerima kritikan
Hal
ini dapat terlihat ketika khutbah beliau saat dibai’at menjadi khalifah “ jika
aku berbuat baik, maka bantulah aku, namun jika aku berbuat buruk, maka
luruskanlah jalanku “
B.
Khalifah
Umar Ibn Khattab
Ø Dekat dan memerhatikan dengan seksama kondisi umat
Adalah
suatu kebiasaan Khalifah Umar keluar malam untuk mengetahui kondisi umatnya
yang sedang dialaminya, beliau keluar malam tanpa diketahui orang lain dan
memikul gandum di pundaknya sendiri untuk diberikan kepada seorang janda yang
ditangisi oleh anaknya karena kelaparan yang belum makan beberapa hari, dan
Umar merasa bahwa semua ini adalah atas kelalaiannya yang kurang memperhatikan
kondisi rakyatnya yang miskin dan sengasara, dan ketidakadilannya dalam elayani
semua lapisan masyarakat. Kepemimpinan khalifah Umar adalah cermin dari
kualitas pemimpin yang baik, arif, bijak dan selalu merasakan apa yang dirasakan
oleh umatnya.
Ø Memiliki jiwa yang besar dalam menerima kritikan dari rakyatnya
Keikhlasan
menerima kritikan adalah suatu sikap yang sulit dilakukan untuk diwujudkan yang
terlepas dari posisi sosialnya. Pernah ada sebuah cerita pada waktu itu Salman
Al- Farisi membuat perhitungan kepada Khalifah Umar di hadapan banyak orang,
yaitu ketika ia melihat Umar memakai pakaian yang terdiri atas dua kali lipat
dari bagian satu orang rakyat biasa dari pakaian yang sama, maka Umar meminta
kepada putranya Abdullah agar menjelaskan tentang hal itu, Abdullah bersaksi
bahwa ia telah memberikan bagiannya itu kepada ayahnya.
C.
Khalifah
Ustman Ibn Affan
Ø Sikap dermawan yang tinggi
Kedermawanannya
yang beliau miliki ketika sebelum menjadi khalifah, masih terbawa ketika ia menduduki
kursi khifah, dan beliau selalu membantu rakyatnya dalam hal dan kondisi apapun tak pernah
pandang bulu.
Ø Profesional dalam memilih para wali
Beliau
selalu bertindak profesional dalam memilih wali yang beliau utus untuk
memperkuat kejayaan islam melalui personal yang jelas dan baik
karakteristiknya, dengan hal ini wilayah kekuasaan islam semakin berkembang
pesat. Demikian juga tanggung jawab dakwah
dimasing-masing tersebut.
D.
Khalifah
Ali Ibn Abi Thalib
Ø Memecat kepala-kepala daerah yang telah dipilih Khalifah Ustman dan
mencari pengganti pilihannya sendiri.
Ø Mengambil kembali tanah-tanah yang diberikan Khailfah Ustman kepada
famili-familinya dan kaum kerabatnya tanpa jalan yang sah. Demikian juga hibah
atau pemberian yang diberikan oleh Khalifa Ustman tanpa alasan tertentu diambil
kembali oleh Ali.
Ø Memiliki kecakapan dan ilmu
pengetahuan dalam bidang militer ataupun startegi perang yang handal.
Keteladanan merupakan salah satu kunci
kesuksesan bagi para pemipin mana saja, yang menjadi tolak ukur kokoh dan
jayanya suatu negara, dalam hal membina umat mencerdaskan kehidupan bangsa dan
selalu peduli terhadap rakyat-rakyat kecil. Kekhalifahan yang dipimpin ole para
khalifah menjadi suri tauladan yang baik dalam kepemimpinan, didalam suatu
negara atau wilayah, harus memiliki pemimpin yang bijak, baik, arif, bijaksana,
bertanggung jawab dan selalu merasakan apa yang dirasakan oleh rakyatnya, tidak
haus akan kekuasaan dan tidak main hakim sendiri serta tidak pandang bulu dalam
memimpin sehingga dapat memajukan negaranya dalam hal ubudiyyah maupun
jasmaniyah. Seorang pemimpin harus memiliki kewibawaan dan jiwa kharismatik
yang tinggi agar bisa menggerakan dan membawa rakyatnya agar bisa mewujudkan
harapan dan impian yang dicita-citakan, berlaku adil terhadapa seluruh
rakyatnya dan perhatian kepada rakyat-rakyat yang miskin, dapat bertindak
profesional dalam suatu pekerjaan antara kepetingan pribadi dengan kepentingan
organisasi, bahkan harus rela mengorbankan kepentingan pribadi demi
mementingkan kepentingan umat, selalu menerima kritikan yangh diutarakan oleh
rakyatnya dan selalu meneria saran yang disampaikannya demi memajukan
kesejahteraan rakyat dan negara, coba kita lihat para pemimpin Indonesia, yang
semacam gubernur yang memimpin kekuasaan tertinggi di provinsi, walikota yang
memiliki kekuasaan penuh di masyarakat, dan lainnya apakah mampu menerima
kritik dan saran dari bawahannya, dan membenahi pendidikan yang minim menjadi
yang lebih baik, serta mampu mensejahterakan bawahannya dalam kepemimpinannya?
jikalau mereka mampu dan selalu menerima apa-apa yang disampaikan oleh
rakyatnya demi kemashlahatan bersama bukan pribadi niscaya akan meningkatkan
kualitas dan kinerja para pemimpin dikemudian hari.
F. Kapan seseorang layak
menjadi pemimpin
Semua orang dapat
memiliki peluang untuk menjadi pemimpin, berapa banyak para caleg, cagub, serta
capres yang mengajukan dirinya untuk menjadi sang pemimpin didaerahnya
masing-masing, tak apalagi presiden , dia mempunyai beban yang sangat besar
dalam mengayomi rakyatnya sebagai contoh Indonesia. Indonesia merupakan negara
yang masuk dalam kategori terpadat peduduknya didunia mereka berlomba-lomba
untuk menduduki kursi kepresidenan untuk menjadi penguasa di negara ini, mereka
rela mengeluarkan banyak uang untuk kepentingan kampanye untuk menambah
dukungan dari masyarakat sekitar tetapi apa, apa yang mereka lakukan ketika
mendapatkan kesempatan untuk memimpin rakyat yang jumlah penduduknya sekitar ±
250 juta jiwa
Berikut ini adalah ciri-ciri
seseorang yang layak untuk menjadi seorang pemimpin :
1)
Bertanggung
jawab
Pemimpin yang sangat
diatunggu-tunggu oleh rakyatnya adalah seorang pemimpin yang mempunyai tanggung
jawab yang besar, ia tak bisa tenang kecuali setelah bisa mempertanggung jawab
apa yang ia telah perbuat, bahkan ia rela berkorban apapun asalkan ia bisa
melakukan tugasnya dengan baik dan sempurna. Banyak pemimpin di Indonesia yang
lalai akan tugasnya, dan kita memakluinya bahwa semua orang pasti melakukan
kesalahan dan dosa, tapi sebaik-baiknya orang adalah yang mampu merubah dirinya
dikemudian hari dan tak ingin mengulanginya lagi, tapi apa yang kita lihat
sekarang pemimpin kita masih saja berbuat yang tidak semestinya, mereka tidak
tanggung jawab terhadap kejaannya, namun sebaliknya mereka terus mengagali duniawi
untuk memuaskan nafsu dunia agar bisa menjadi yang terkaya, apakah ini disebut
pemimpin yangh betanggung jawab, disaat rakyatnya menderita akan tetapi mereka
selalu mengumpulkan dan mengkorupsi kas negara, yang semestinya diberikan
kepada fakir miskin dan orang-orang terlantar agar mereka bisa merasakan yang
orang lain rasakan. Tanggung jawab merupakan karakter yang sangat penting yang
harus dimiliki oleh setiap pemimpin, rakyat tidak memandang kalau orang itu
dalam segi materialnya jurang, tapi rakyat melihat sosok dan jiwa pemimpin dari
sifatnya yang bisa menjalani dan
bertanggung jawab terhadap tugas yang diembankannya, maka pantaslah ia menjadi
seorang pemimpin yang handal.
2)
Punya
integritas
Sebuah negara terasa nyaman bila ada
seorang pemimpin mempunyai konsep yang baik, sangt bagus untuk mensejahterkan
rakyatnya, memiliki mutu yang tinggi dalam perihal mengatur jalannya sebuah
rencana( konseptor), namun bila suatu konsep tidak dijalani dengan beriringan
suatu pekerjaan dalam artian di praktekan tidak di gunakan sebagai mestinya ,
maka hasilnya pun berantakan tidak sesuai dengan rencana dan konsep yang telah
dirancang sebelumya. Seorang pempimpin seharusnya memiliki jiwa konseptor yang
mampu mengendalikan rakyatnya agar mencapaio tujuan bersama yang telah di
rencanakan, bila suatu konsep tidak dijalani dengan sebuah eksperimen atau
praktek, maka akan membuahkan kesalahan
yang besar.
3)
Berani
mengahadapi resiko
Sekiranya tidak ada seorang pemimpin
yang dipilih namun ia selalu mudah menyerah dalam mengahadapi situasi dan
kondisi apapun, selayaknya seorang pemimpin bersikap berani dalam mengambil
langkah yang telah diambil, selalu waspada dalam mengambil suatu keputusan,
tidak senonoh dalam berbuat, serta berani menghadapi resiko yang telah
mengancamnya, dan tenang, seorang leader harus tegar dalam menghadapi suatu
cobaan yang menimpa negara dan rakyatnya, dan berusaha mencari solusi agar
dapat keluar dari masalah tersebut, tidak menyerah dan memiliki jiwa memiliki
demi tercapainya sebuah harapan.
4)
Pantang
menyerah
Kegagalan adalah awal sebuah
keberhasilan, itulah kata –kata orang bijak yang sudah tidak asing lagi di
telingan kita, sepertinya perkataan tersebut dapat diperbaiki jika seseorang
menemukan kegagalan yang telah diadapatinya dan dia tidak mau berusaha untuk
bangkit dari kegagalannya, lantas akan terdapat kekeliruan dalam perkataan
tersebut, perkataan tersebut mengandung arti yang luas, yatu jika seseorang
gagal (dalam artian disini pemimpin) maka selayaknya dia bangkit dan berusaha
untuk bisa kembali melaksanakan pekerjaannya dengan baik dan pada akhirnya
sesuai dengan usahanya akan menghasilkan hasil yang memuaskan. Pemimpin yang
sejati tidak gentar dalam menghadapi apapun, mereka menganggap kegagalan adalah
sebuah jalur yang akan mengantarkannya ke gerbang kesuksesan yang abadi.
5)
Berdedikasi
dan komit
Layaknya
seorang pemimpin yang tangguh yang selalu mengaharapkan kesusesan negaranya
hendaklah memiliki koitmen yang kuat, agar dapat melakukan tuganya dengan
sebaik-baiknya. Seorang pemimpin harus menyeimbangi antara tugas untuk dirinya
dengan tugas untuk para rakyatnya, hal itu tidak akan terjadi jikalu
pemimpinnya tidak memiliki komitmen yang dapat dipegang dan selalu berdedikasi
terhadap tugas-tugasnya untuk meningkatkan kualitas dan semangat kinerjanya.
Sebuah kesempatan
dalam memimpin seharusnya menjadi sebuah pemicu diri dan pemacu semua kegiatan
dalam hal mendekatkan diri kepada Allah SWT. namun walu bagaimanapun juga itu
merupakan sebuah anugerah dan tanggung jawab untuk kita serta merupakan ujian
dari Allah kepada para hambanya, dengan demikian kita akan selalu menjadi
hambanya yang selalu bersyukur atas pemberian nikmatnya dan tak lupa selalu
berhati-hati dalam bujukan dan rayuan setan dalam memimpin suatu negara, karena
memimpin merupakan amanah yang besar beserta janji-janjinya yang telah
diucapkannya ketika dilantik menjadi presiden dan akan dipertanggungjawabkan
nanti di akhirat kelak.
Sebagaimana yang diterangkan oleh Allah dalam Al-Qur’an ;
والذين هم لآمـانـاتهم وعهد هم راعون
"Dan
sungguh (beruntung) orang yang telah menjaga amanat-amanat dan
janji-janjinya
“ (QS.Al-mukmin:8)
Kedudukan amanah
merupakan suatu hal yang berat dipikulnya, dan akan dipertanyakan pertanggung
jawabannya. Amanah tidak biasa lepas tanpa adanya sebuah tugas yang akan ia
lakukan demi menjaga manahnya dengan baik.
Allah berfirman mengenai kedudukan amanah dalam Al-Quran:
إنا عرضنا لامانة على السماوات ولارض والجبال
فأبين ان يحملنها وأشفقن منها وحملها النسان إنه كان ظلوما جهولا.
“ Kami telah menawarkan Amanah itu kepada langit, bumi, dan gunung, tetapi
mereka enggan memikulnya dan takut dari padanya. Sedang manusia mau memikulnya,
sesungguhnya manusia itu sangat penganiaya dan bodoh. (QS. Al-Ahzab: 72)
Para
ulama telah membicarakan penawaran tuhan kepada Adam. Ada yang engatakan
penawaran itu hakiki dan hal itu tidak mustahil bagi Allah SWT. untuk
menampakkan yang ma’nawi (abstrak) menjadi konkrit menurut Qudratullah.
Ibnu
Katsir dalam tafsirnya menceritakan bahwa menurut ‘Aun bin Ma’war Hasan Bashri
setelah ‘Aun membaca ayat diatas berkata: “Allah SWT. telah menawarkan amanat
kepada tujuh lapis langit yang dihiasi dengan bintang-bintang dan juga
menawarkan kepada malaikat pemikul ‘arsy
yang maha besar, dengan firman-Nya: “ Apakah kau mau memikul amanah itu dengan
segala yang ada padanya?” Mereka menyahut: “Apa yang di dapat dari padanya?”.
Selanjutnya di firmankan:” jika kamu berlaku baik akan diberi ganjaran dan jika
kamu berlaku sebaliknya akan disiksa dan dihukum.” Mereka tidak menyanggupinya.[4]
Dalam
pembahasan diatas cukuplah sudah, betapa beratnya memikul amanah untuk
diperlakukan dengan baik, namun jikalau melakukan dengan zalim maka siksaan dan
hukuman akan mendatanginya. Seorang pemimpin seharusnya tidak bangga dengan
kekuasaan yang dikuasainya, kewenangan yang berada di tangannya, akankah ia
perlakukan amanah tersebut kedalam hal-hla yang baik, yang dapat menolong
rakyatnya dalam hal apapun dan bagaimanapun keadaannya? Lama sudah kaum muslimin hidup tanpa tanpa pemimpin yang kuat dan
dapat diterimaoleh seluruh umat, tentu, kondisi yang demikian sangat
sangat-sangat tidak sesuai denghan tuntunnan Rasulullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar