A. Pengertian Ilmu Kalam
1.
Secara etimologi (bahasa)
Secara bahasa kata Kalam berarti
pembicaraan. Dalam pengertian, pembicaraan yang bernalar dan menggunakan
logika. Maka ciri utama Ilmu Kalam adalah rasionalitas dan logis. Sehingga ia
erat dengan ilmu mantiq/logika. Ilmu
kalam juga bisa disebut Teologi Islam yang diserap dari Bahasa Inggris,Theology
.
Ada beberapa alasan kenapa di sebut ilmu kalam :
a.
Sebagian para ulama menjelaskan persoalan dalam
hal aqidah islam. Metodenya disebut al-kalam dan ahlinya disebut ahlul-kalam.
b.
Pada abad ke 2 hijriah ada persoalan yang
mengguncangkan umat islam yaitu mengenai kalaamullah (Al-Qur’an) apakah
diciptakan atau bukan, apakah baru (hadist) atau terdahulu (Qadim).
2.
Secara terminologi (istilah)
Ada banyak pendapat tentang
maksud dari ilmu kalam ini diantaranya:
a.
Ibn Khaldun. Beliau mengatakan bahwa definisi ilmu
kalam adalah disiplin ilmu yang mengandung berbagai argumentasi rasional yang
berkaitan dengan dengan akidah imaniah atau sebuah kajian tentang akidah
islamiyyah yang bersandar dengan nalar.
b.
Imam Abu Hanifah. Beliau menyebut ilmu kalam
sebagai fiqh al-akbar. Menurutnya hukum islam yang di kenal sebagai fiqh
terbagi menjadi dua bagian. Pertama fiqh al-akbar, yang membahas tentang
keyakinan atau pokok-pokok agama. Kedua fiqh ash-shagiir, yang membahas
tentang pokok-pokok muamalah atau cabangnya saja bukan pokok-pokok agama.
B.
Dasar-Dasar Pembahasan Ilmu Kalam
Al-Qur’an
a.
Q.S Al-Ikhlas, ayat 1-4 yang seluruhnya membahas
tentang identitas Allah.
b.
Q.S Al-Furqan, ayat 59.
الَّذِي خَلَقَ
السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضَ وَ مَا بَيْنَهُمَا فِى سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى
عَلَى الْعَرْشِ الرَّحْمَنُ فَاسْأَلْ بِهِ خَبِيْرًا.
Artinya : Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang
ada diantara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersamayam diatas ‘arsy.
(Dialah) yang Maha pemurah maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih
mengetahui (Muhammad) tentang Dia.
3.
Hadist
عَنْ عُمَرَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضًا قَالَ: بَيْنَمَا
نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ
إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوِادِ الشَّعْرِ,
لَا يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ, وَ لَا يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ, حَتَّى جَلَسَ
إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمِ فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ عَلَى
رُكْبَتَيْهِ وَ وَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَ قَالَ : يَا مُحَمَّدٌ أَخْبِرْنِي
عَنِ الْإِسْلَامِ, فَقَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : الْإِسْلَامُ
أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَ
تُقِيْمَ الصَّلَاةِ وَ تُؤْتِيَ الزّكَاةَ وَ تَصُوْمَ رَمَضَانَ وَ تَحُجَّ الْبَيْتَ
إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلًا. قَالَ : صَدَقْتَ, فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ
وَ يُصَدُّقُهُ, قَالَ : أَخْبِرْنِي عَنِ الْإِيْمَانِ. قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ
وَ مَلَائِكَتِهِ وَ كُتُبِهِ وَ رُسُلِهِ وَ الْيَوْمِ الْآخِرِ وَ تُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ
خَيْرِهِ وَ شَرِّهْ, قَالَ : صَدَقْتَ, قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ الْإِحْسَانِ, قَالَ
: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ,
قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ, قَالُ : مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ
مِنَ السَّائِلِ, فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا, قَالَ : أَنْ تَلِدَ الْأَمَةُ
رَبَّتَهَا وَ أَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ
فِى الْبٌنْيَانِ, ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا, ثُمَّ قَالَ : أَ تَدْرِي
يَا عُمَرُ مَنِ السَّائِلِ ؟ قُلْتُ : اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمَ, قَالَ فَإِنَّهُ
جِبْرِيْلُ آتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ. (رواه مسلم)
Dari Umar ra, dia berkata: Ketika kami duduk-duduk di sisi Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam
suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang
sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas
perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga
kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada
lututnya (Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam) seraya berkata: “Ya Muhammad,
beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam : “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada
Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan
Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi
haji jika mampu“, kemudian dia berkata: “anda benar“. Kami semua heran, dia
yang bertanya dia pula yang membenarkan.
Kemudian dia bertanya lagi: “Beritahukan aku tentang Iman“. Lalu beliau
bersabda: “Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasulNya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun
yang buruk“, kemudian dia berkata: “anda benar“. Kemudian dia berkata lagi: “Beritahukan aku
tentang ihsan“. Lalu beliau bersabda: “Ihsan adalah engkau beribadah kepada
Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia
melihat engkau” . Kemudian dia berkata: “Beritahukan aku tentang hari kiamat
(kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang
bertanya“. Dia berkata: “Beritahukan aku
tentang tanda-tandanya", beliau bersabda:
“Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang
bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya“,
kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau
(Rasulullah) bertanya: “Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. aku berkata:
“Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui“. Beliau bersabda: “Dia adalah Jibril
yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian “.(HR. Muslim).
4.
Pemikiran manusia
Di dalam AL-Qur’an banyak
sekali ayat-ayat yang memerintahkan manusia untuk berpikir dan menggunakan
akalnya. Dalam hal ini biasanya al-qur’an menggunakan redaksi tafakkur,
tadabbur, tadzakkur, tafaqqah, nazhar, a’qala, ulul albab,ulul-ilmi,
ulul-abshar, dan ulun-nuha. Diantaranya adalah :
أَفَمَنْ يَخْلُقُ كَمَنْ لَا يَخْلُقُ أَفَلَا تَذَكَّرُوْنَ.
Maka apakah (Allah) yang
menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan? Maka apakah kamu
tidak mengambil pelajaran?” (Q.S. An-Nahl: 17)
5.
Insting
Secara instingtif manusia
selalu ingin bertuhan. Oleh sebab itu, kepercayaan adanya tuhan telah
berkembang sejak manusia pertama.
C.
Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Kalam
Pembahasan Ilmu kalam
Ruang lingkup pembahasan dalam ilmu Kalam yang pokok
adalah :
a.
Hal-hal yang berhubungan dengan Allah SWT. Atau sering
disebut juga dengan istilah Mabda.
b.
Hal yang berhubungan dengan utusa Allah SWT. Sebagai
perantara manusi dan Allah atau disebut juga pula washilah: meliputi Malaikat,
Nabi/Rasul dan Kitab-kitab suci.
c.
Hal-hal yang berhubungan dengan hari akhir atau disebut
juga ma’ad, meliputi: surga,neraka dan sebagainya.
6.
Aspek-aspek Ilmu Kalam
Bagian-bagian ilmu kalam terbagi dalam beberapa aspek
yaitu :
a.
Keesaan zat
b.
Keesaan sifat
c.
Keesaan perbuatan
d.
Keesaan beribadah
D.
Fungi Ilmu Kalam
1.
Untuk memperkuat,membela dan menjelaskan aqidah islam
2.
Untuk menolak akidah yang sesat
3.
Sebagai ilmu yang mengajak orang untuk mengenal rasio
sebagai upaya mengenal tuh secara rasional.
4.
Berfungsi sebagai ilmu yang dapat memperkokoh dan
menyelamatkan keimanan pada diri seseorang dari ketersesatan. Karena dasar
argumentasi ilmu kalan adalah rasio yang didikung dengan Al-qur’an dan Hadist.
E.
Sejarah Ilmu Kalam
Latar belakang
Ketika terjadi pertempuran antara pasukan Ali bin Abi
Tholib dan Muawiyyah bin Abu Sofyan di Shifin, Mu’awiyah terdesak, Amr bin ‘Ash
tangan kanan Mu’awiyah mengangkat Al-Qur’an ke atas sebagai tanda ajakan damai.
Para Qurro dari kalangan Ali bin Abi Tholib ra menganjurkan untuk menerima
sebagian pasukan Ali bin Abi Tholib ra menganjurkan menolaknya tetapi Ali bin
Abi Tholib ra memilih menerima. Dan dengan demikian, dicarilah perdamaian
dengan mengadakan arbitrase. Sebagai pengantara diangkat dua orang : Amr bin
‘Ash dari Mu’awiyah dan Abu Musa Al-Asy’ari dari pihak Ali bin Abi Tholib ra.
Sebagai yang lebih tua Abu Musa maju terlebih dahulu dan mengumumkan kepada
orang yang ada pada waktu itu, dengan putusan menjatuhkan kedua pemuka kelompok
tersebut. Berlainan dengan Amr bin ‘Ash mengumumkan hanya menyetujui penjatuhan
Ali bin Abi Tholib, tetapi tidak penjatuhan mua’wiyah. Bagaimanapun peristiwa
ini merugikan Ali bin Abi Tholib dan menguntungkan Mua’wiyah sebagai khalifah
yang ilegal.
Terhadap sikap Ali bin Abi Tholib yang mau mengadakan
abitrase menyebabkan pengikut Ali bin Abi Tholib ra terbelah menjadi dua yakni
golongan yang menerima arbitrase dan golongan yang sejak semula menolak
arbitrase, yang menolak berpendapat bahwa hal itu tidak dapat diputuskan lewat
arbitrase manusia. Putusan hanya datang dari Allah dengan kembali kepada
hukum-hukum Allah dalam Al-Qur’an, la hukma illā lillāh (tidak ada hukum selain
hukum dari Allah) la ḥakama illa Allah (tidak ada pengantara selain Allah).
Mereka menyalahkan Ali dan karenanya keluar serta memisahkan diri dari barisan
Ali bin Abi Tholib (disebut kaum Khawarij).
Kaum khawarij memandang para pihak yang menerima
arbitrase yaitu Ali bi Abi Tholib,Mu’awiyah, Amr bin Ash dan Abu Musa
Al-Asy’ari sebagai kafir dan murtad karena tidak berhukum kepada hukum Allah
berdasarkan firman Allah dalm surat AL-Maidah:44, karenanya halal dibunuh. Hal
ini tidak hanya mempunyai implikasi politik yang tajam, tetapi juga meningkat
kepada persoalan-persoalan teologi, yang melahirkan beberapa aliran teologi
(firqah).
7.
Aliran ilmu kalam (firqah)
a.
Aliran Khawarij
Merupakan golongan yang keluar dari golongan Ali dan
Mua’wiyah. Ajaran mereka adalah mereka yang melakukan dosa baik besar maupun
kecil mereka dihukumi kafir dan yang berhak mendudukijabatan sebagai khalifah
itu bukan hanya orang-orang kafir.
b.
Firqah Murji’ah
Merupakan golongan
yang timbul pada saat terjadinya pertikaian antara Ali, khawarij dengan
golongan muawiyyah, golongan ini bersifat netral tidak memihak salah satu
golongan ini. Ajaran mereka yaitu orang yang melakukan dosa baik besar maupun
kecil tidak dihukumi kafir tidak juga
mukmin melainkan dikembalikan kepada Allah SWT. Pada hari kiamat.
c.
Aliran Jabariyah
Merpuakan golongan yang timbul bersamaan dengan aliran
qadariyah yaitu muncul karena menentang kebijakan politik bani Umayyah yang
dianggap kejam. Ajaran mereka yaitu apapun yang dilakukan manusia baik dan
buruk adalah terpaksa karena semua yang mengatur apa yang dilakukan manusia
hanyalah Allah SWT. Jadi manusia tidak tahu apa-apa.
d.
Aliran qadariyah
Pertumbuhan golongan ini karena pertentangan terhadap
kebijakan bani Umayyah yang sangat kejam. Ajaran mereka yaitu Allah itu adil
maka Allah akan menghukum orang-orang yang berbuat jahat dan memberi kebaikan
kepada orang-orang yang berbuat baik. Manusia itu bebas menentukan nasibnya
sendiri dan memilih perbuatan yang baik ataupun buruk. Jika Allah menentukan
terlebih dahulu nasib kita maka Allah itu dzalim.
F.
Hubungan Ilmu Kalam dengan Ilmu-ilmu lainnya
Hubungan Ilmu Kalam dengan Ilmu Fiqh
Ilmu Kalam mengarahkan
sasarannya kepada soal-soal kepercayaan (akidah) sedangkan Fiqh sasarannya
adalah hukum-hukum perbuatan lahiriyyah mukallaf (ahkam al amaliyyah).
Ilmu Kalam dapat menguatkan akidah dan syariah. Sedangkan Ilmu Fiqh berusaha
mengambil hukum sesuatu yang tidak dijelaskan oleh Allah dan Rasulnya.
8.
Hubungan Ilmu Kalam dengan Ilmu Tasawuf
Objek kedua ilmu ini
membahas masalah yang berkaitan dengan ketuhanan. Objek kajian Ilmu Kalam
adalah ketuhanan dan segala sesuatu yang berkaitan denganNya. Sementara objek
kajian tasawuf adalah tuhan, yakni upaya-upaya pendekatan terhadapNya.
9.
Hubungan Ilmu Kalam dengan Ilmu Falsafah
Ilmu Kalam dan filsafat
islam memiliki hubungan karena pada dasarnya Ilmu Kalam adalah Ilmu ketuhanan
dan keagamaan. Sedangkan filsafat islam adalah pembuktian intelektual melalui
pengamatan dari kajian langsung. Ilmu Kalam berfungsi untuk mempertahankan
keyakinan ajaran agama yang sangat tampak nilai-nilai ketuhannya. Sedangkan
filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran rasional.
G.
Peranan Ilmu Kalam dalam Kehidupan
1.
Memahami kembali makna ajaran islam dengan argumen logika
yang benar
2.
Memehami keberagaman keyakinan dengan sikap toleran.
H.
Kesimpulan
1.
Ilmu Kalam adalah ilmu yang membicarakan bagaimana
menetapkan kepercayaan-kepercayaan keagamaan (agama Islam) dengan bukti-bukti
yang yakin atau ilmu yang membahas soal-soal keimanan yang bersumber pada
Al-Qur’an, hadist,pemikiran manusia, dan insting.
2.
Ilmu kalam berfungsi sebagai ilmu yang dapat mengokohkan
dan menyelamatkan keimanan pada diri seseorang dari ketersesatan. Karena dasar
argumentasi ilmu kalam adalah rasio yang didukung dengan Al-Qur’an dan Hadist.
Sekuat apapun kebenaran rasional akan dibatalkan jika memang berlawanan dengan
Al-Qur’an dan Hadist.
Source :Buku aqidah akhlak XI 2013